DEC_Hi
Guys, beberapa media nasional dan juga media online Indonesia pada pekan ini
sedang ramai bahkan sempat masuk dalam top 3 trending mengenai kasus peretasan data situs pemerintah kita. Ini
kembali mengingatkan kita terhadap beberapa kejadian tentang maraknya kasus
peretasan tidak hanya dalam negeri maupun di luar negeri dalam 5 tahun
belakangan ini. Hal ini pula menjadi bahan pembicaraan dan perdebatan di banyak
tempat, baik itu dalam diskusi – diskusi pejabat pemerintahan, beberapa public figure melalui kanal pribadi
hingga pada lini pembicaraan antar tetangga. Hal ini tentu sudah bukan masalah
yang bisa di pandang sebelah mata, mengingat hal ini juga berkaitan dengan
kehidupan kita dalam bersosialisasi sehari-hari.
Melansir dari laman cnbcindonesia.com (14/09) adapun data yang diduga telah diretas oleh Bjorka (anonymous hacker) yakni kebocoran data pelanggan Indihome, kebocoran data sim card kominfo, data KPU dll. Hal senada juga di sebutkan pada kompas.com (12/09) melalui wawancara dengan kepala Kementerian komunikasi dan informatika (Kominfo) “Memang ada data – data yang beredar salah satunya oleh Bjorka, tetapi data-data itu telah ditelaah, sementara adalah data – data yang bersifat umum, data – data umum” Kata Johnny G Plate seusai rapat internal di istana kepresidenan.
Lalu apa sih
dampak serius yang akan dirasakan masyarakat dengan adanya kejadian ini? Tentu
banyak yang menayakan hal ini setelah sebelumnya juga telah di anjurkan agar
masyarakat lebih sering untuk menganti password
atau kata sandi akun masing – masing individu. Untuk itu, mari kita coba untuk
memahami bentuk apa saja yang mungkin terjadi dengan bocornya data – data
tersebut kedunia maya.
1. Penipuan
Sudah bukan rahasia
lagi, kasus penipuan di negeri kita itu bukan hal yang baru. Mulai dari
penipuan undian berhadiah, hingga penipuan berkedok pemerasan. Modus penipuan
ini biasanya di awali dengan adanya berupa panggilan telepon ke nomor ponsel
calon korban oleh si penipu. Penipu akan mulai membangun sebuah keadaan dimana
keadaan fiktif tersebut memiliki hubungan lansung dengan korban, semisal mama
minta pulsa, menang undian hingga membayar ongkos rumah sakit ke dokter ataukah
penangkapan yang berkaitan dengan tindak kriminalitas serta ancaman atas
pelanggaran suatu bentuk hukum. Hal ini dimulai dengan dugaan adanya bocornya
data pribadi si korban, ataukah murni pelaku memasukkan nomor secara acak.
Dalam hal ini, informasi mengenai nama dan nomor telpon pengguna sangat penting
untuk pelaku guna memulai aksinya dalam melakukan penipuan tersebut. Semakin
banyak data pribadi yang dimiliki oleh si pelaku, maka akan semakin besar
peluang keberhasilan si pelaku terhadap targetnya.
2. Penyalagunaan data
Sejauh ini yang telah
beredar, data yang telah bocor yakni merupakan data dari KPU, data sim card
yang dimiliki kominfo dan masih banyak lainnya. Apabila itu benar, maka kita
bisa mengasumsikan bahwa data yang beredar meliputi nama pribadi beserta
keluarga, alamat dan tanggal lahir, no kontak yang aktif yang mana dengan
keadaan tersebut cukup untuk seseorang digunakan untuk banyak hal. Semisal
memberi data palsu berupa pengisian kuisioner palsu, percobaan peretasan untuk
social media yang mana hal ini memungkinkan terjadi dikarenakan masih rendahnya
kemampuan masyarakat kita secara umum dalam mengunakan perangkat teknologi yang
secara khusus seperti hand phone atau
telepon seluler. Meski terkesan ringan, tapi ini sangat berpengaruh terutama
untuk industri – industri khusus dalam proses pemetaan komsumen yang diadakan
oleh markting sebuah perusahaan. Tidak hanya itu, kerugian yang dialami
pengusaha juga secara lansung akan berimbas pada performa serta daya kerja
perusahaan yang berimbas pula pada pekerja di perusahaan tersebut.
3. Pemalsuan indentitas
Lebih rumit lagi, dengan banyaknya
data yang ada, tak hanya data Kartu keluarga (KK) dan nomer telpon pribadi,
tapi dengan memanfaatkan data tersebut, seseorang mampu melakukan pemalsuan
identitas dan melakukan kegiatan lainnya yang bisa memicu kerugian ke si
pemilik data tersebut. Semisal ada seseorang yang melakukan akad transaksi
utang piutang, atau pun lainnya yang berujung merugikan si pemilik data diawal.
Peretasan akun media sosial dengan melakukan klaim yang mana umumnya proses
klaim data masih mengunakan komfirmasi seputar data pribadi, nama ayah atau
ibu. Semua ini akan mempermudah pelaku dalam melakukan aksi yang mempunyai
potensi merugikan seseorang lebih banyak lagi.
Oleh
karenanya, hal tersebut benar – benar sangat merugikan bagi masyarakat. Data
tersebut ibarat sebuah pisau pada seseorang. Sebagai alat, tentunya perilaku
pengguna sangat menentukan. Di era informasi yang sangat cepat ini, bisa
beradaptasi dengan cepat sangat penting terutama dalam bersosialisasi. Hal ini
tentu berlaku untuk setiap individu di masyarakat kita, terutama bagi masyarakat
yang sudah turut menikmati kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi itu
sendiri.
0 comments:
Post a Comment