Home » » Resiko Kematian Akibat Stroke di Lihat dari Menggambar

Resiko Kematian Akibat Stroke di Lihat dari Menggambar

Posted by DEC Development Education and Culture on Friday, 19 October 2012

DEC_Hi guys, pernah nga temen-temen ngebayangin sesuatu dan temen-temen coba wujudkan ulang dalam sebuah bidang datar dengan pensil, menggambar maksudnya. Mungkin sebagian temen-temen nganggap bahwa menggambar itu hanya membuang-buang waktu atau itu hanya dilakukan oleh anak-anak saja. Bahkan mungkin ada yang mengganggap bahwa itu hanya kerjaan iseng yang engga jelas.

    Ternyata guys, tes menggambar yang biasanya dilakukan guna mengetahui kepribadian manusia, juga bisa digunakan sebagai bahan penelitian untuk memprediksi risiko kematian pasien stroke loh.

 
  Nga percaya?

    Sebuah tim riset dari Swedia mencari suatu cara yang dapat diandalkan untuk mengetahui risiko kematian pasien stroke. Penelitiannya menemukan bahwa sebuah tes menggambar sederhana ternyata bisa dijadikan cara yang tepat. Tim riset yang dibawahi oleh Dr Bernice Wiberg dari University di Swedia, mengambil data peserta dalam penelitiannya dan dikumpulkan dari study of adult men yang melacak berbagai penyakit jantung dan faktor risiko stroke pada 2.322 orang sejak usia 50 tahun.

    Para peneliti ini memantau langsung lebih dari 900 orang peserta dari tahun 1991-2006. Pemantauan dimulai ketika para peserta berusia sekitar 70 tahun. Pada awal penelitian, tak satupun peserta yang didiagnosa mengalami stroke. Para peserta mendapat pemeriksaan medis lengkap dan juga menjalani evakuasi fungsi kognitif. Kesemuanya menyelesaikan tes menggambar yang disebut Trail Making Test (TMT) serta mini mental state exam (MMSE) yang banyak digunakan untuk mendeteksi demensia.

    Dalam TMT ini, peserta dimintanmenggambar garis secepat mungkin antara angka atau huruf dalam urutan. Skor tertinggi yang diberikan adalah jumlah waktu dalam hitungan detik yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas. Kemampuan umum yang ingin diketahui dari MMSE adalah fungsi kongitif umum seperti orientasi, memori dan berhitung.

    Selama masa penelitian 14 tahun, 115 orang peserta mengalami stroke. Lebih dari separuh diantaranya meninggal dalam kurung waktu 2,5 tahun dan 22 orang meninggal dalam waktu sebulan setelah terkena stroke. Para peneliti menemukan bahwa peserta mendapat skor lebih besar kemungkinannya untuk mati.

    Peserta dengan skor TMT yang nilainya 30% paling rendah memiliki keminugkinan meninggal setelah stroke 3 kali lebih besar disbanding yang skor tesnya 30% paling bagus. “Saya terkejut menemukan hasil bahwa tes menggambar TMT adalah suatu predictor stroke yang kuat. Jadi saya tidak terkejut jika tes ini juga terkait risiko kematian akibat stroke, tetapi saya tidak menduga jika hubungannya begitu kuat,” jawab Wiberg.

    TMT diduga bisa menyikap ganguan kognitif tersembunyi akibat penyakit serebrovaskular yang gejalanya belum terlihat, tetapi efek merusak. TMT mudah dilakukan dan dapat membantu dokter meningkatkan imformasi mengenai stroke.

    “Dengan kertas dan pena sederhana, kita sudah dapat memprediksi risiko kematian stroke dan juga setelah terserang stroke,” tambahnya.


0 comments:

Popular Posts

Powered by Blogger.

Followers

.comment-content a {display: none;}