Home » » Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan Siswa Berdasarkan Multimedia yang Antraktif di Indonesia (makalah terjemahan)

Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan Siswa Berdasarkan Multimedia yang Antraktif di Indonesia (makalah terjemahan)

Posted by DEC Development Education and Culture on Wednesday, 12 July 2017

Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan Siswa Berdasarkan Multimedia 
yang Antraktif di Indonesia
Arono

Jurusan pendidikan bahasa dan seni, Universitas Bengkulu, Indonesia
Abstrak
Pembaharuan metode pembelajaran akan memengaruhi penggunaan media pembelajaran dan itu dipengaruhi untuk meningkatkan kualitas pengajaran. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kemampuan mendengarkan kritis siswa. Penelitian ini diselesaikan untuk mengetahui kegiatan siswa dalam pembelajaran mendengarkan secara kritis dengan menggunakan multimedia yang interaktif dan untuk memastikan keefektifan dari multimedia tersebut dalam meningkatkan kemampuan mendengarkan kritis siswa. Data diambil melalui serangkaian tes, observasi dan wawancara. Hasilnya, (1) Siswa dibuat aktif, kreatif dan proses pembelajaran yang efektif secara mandiri dalam memastikan dan mengembangkan tiap bagian dalam model pembelajaran mendengarkan. (2) Media yang interaktif merupakan media yang efektif dalam meningkatkan kemampuan mendengarkan siswa secara kritis. Itu dapat dilihat dari peningkatan kemampuan mendengarkan secara kritis dalam tes yang terbatas pada kelas eksperimen sebesar 42,98%, sebaliknya pada kelas kontrol sebesar 33,88%, sedangkan peningkatannya dari kelas kontrol hanya berkisar naik sebesar 2,62%. (3) Hasil dari strategi mendengarkan secara kritis pada model PMAI dapat meningkatkan kemampuan mendengarkan siswa secara kritis sehingga model ini lebih baik untuk di terapkan sebagai suatu tindak lanjut dari sumber-sumber pada model pembelajaran mendengarkan. (4) Media mendengarkan dengan multimedia yang interaktif dapat meningkatkan kemampuan mendengarkan siswa secara kritis dibandingkan dengan hanya mendengarkan media saja karena mendengarkan tidak hanya dari segi pendengaran saja tetapi juga menyangkut integrasi antara aspek yang visual dengan multimedia tersebut.



Kata kunci: keefektifan, interaksi, multimedia, kemampuan mendengarkan secara kritis.

Pembukaan
Belajar menyimak telah berhasil dikembangkan dan dimajukan khususnya pada media dan dalam materi pembelajaran yang digunakan pada tiap kota. Ada berbagai macam pilihan dalam materi pembelajaran seperti CD, DVD atau vidio yang dipakai di dalam kelas. Bagaimanapun, ada banyak fakta-fakta yang membuktikan bahwa mendengarkan atau menyimak masih kurang diperhatikan oleh para pengajar (Field, 2009, halaman 1). Ketika mereka telah menerapkan banyak kompetensi di dalam kelas, kemampuan menyimak selalu dipercepat atau dikurangi. Metodologi khusus pengajaran telah mendiskusikan dan menganalisa dengan entengnya, dan ada kecendrungan dari para pengajar bahwa menyimak yang dalam hal ini mendengarkan merupakan suatu kegiatan yang biasa. Fakta lainnya mengungkapkan bahwa adanya sebuah komitmen yang buruk seorang pengajar dalam menerapkan sebuah pendekatan yang tepat dalam menyimak seperti penggunaan pengintegrasian kemampuan seperti menyimak yang dipengaruhi sebagai sebuah indikator untuk mengajar secara tergesah-gesah. Kemampuan membaca dan menyimak merupakan sebuah kegiatan yang utama dalam pembelajaran kemampuan berbahasa.

Perlunya akan menyimak secara kritis dengan belajar menyimak adalah untuk mempersiapkan siswa sebagai pemecah masalah yang terbaik, membuat pilihan yang lebih baik dan untuk keberlansungan pendidikan sepanjang hayat. Ini sangat penting untuk siswa menjadi seorang pemikir yang mandiri semenjak dibutuhkannya banyak pekerja yang memiliki kemampuan yang mumpuni yang memiliki kemampuan mendengarkan secara kritis. Dari sekian lama, kemampuan mendengarkan secara kritis tidak hanya dikalangan siswa saja sehingga juga tidak begitu dipergunakan secara maksimal di masyarakat. Sementara itu, tingginya level kognitif pembelajaran mampu membantu siswa menjadi siswa yang mandiri yang juga membangun refleks dan logika berfikir untuk menentukan beberapa masalah (Ennis di Costa, 1985). Sekarang ini, ada banyak siswa yang kurang dalam menerapkan pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah untuk mereka terapkan dalam permasalahan kehidupan semenjak mereka tidak dapat memberi bukti tentang beberapa konsep dan hubungannya dalam permasalahan yang mereka hadapi.

Kemampuan menyimak adalah sebuah proses dalam kemampuan berbahasa yang membutuhkan praktek melalui penggunaan audio/tehnologi seperti penelitian yang telah dilakukan Embi dan Latiff (2004) dengan menggunakan E-learning sebagai perangkat pembelajaran ESL (English as Second Language. Setelah praktek, para siswa menyepakati bahwa kemampuan memahami dalam menyimak telah dapat ditingkatkan secara signifikan. Tambahan lagi, di Hong Kong, Chapple dan Curtis (2000), menggunakan potongan film sebagai bahan pengajaran untuk ESL pada 31 siswa EFL dan memeroleh 67,8 % siswa mengungkapkan bahwa mereka merespon dampak positif dalam kemampuan menyimak selama 13 minggu pembelajaran. Oleh karena itu, pengajaran menggunakan multimedia secara intensif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman mendengarkan siswa EFL. Itu dapat terlihat bahwa masih banyak kekurangan dalam pengembangan siswa-siswi dalam kemampuannya menyimak bahasa inggris yang di terapkan melalui internet, komputer atau multimedia yang dapat membantu siswa-siswi EFL/ESL (Chaplle, 2000). Beberapa kegiatan menyimak telah diterapkan dalam praktek mendengarkan/menyimak tetapi kebanyakan dari mereka menggunakan materi menyimak dari kaset, televisi dan radio yang mengingatkan akan penggunaan teknologi yang masih jarang dalam pembelajaran mendengarkan/menyimak. Hal ini telah terjadi dikarenakan penggunaan media internet yang masih kurang dalam media menyimak dan tidak adanya software untuk model pembelajaran menyimak.

Bagaimanapun, adanya internet yang dapat di akses oleh siswa sebagai media belajarnya. Bahwa kombinasi pemanfaatan media seharusnya dibuat yang terakhir dalam produksi media pembelajaran menyimak. Berdasarkan Meskill (1996) multimedia seharusnya meningkatkan kemampuan menyimak dengan fokus pada: (a) Visual dan teks tulis sebagai perangkat untuk mengatur bahasa pada teks yang fokus pada pedengaran; (b) Vidio motivasi yang memberikan dukungan dalam pengajaran bahasa; (c) Sebuahfakta bahwa dengan adanya kombinasi media-media tersebutseharusnya dapat meraih target bahasa sehingga mereka dapat memberikan masukan yang penting dalam proses pemerolehan bahasa; (d) kenyamanan lingkungan untuk menjelaskan tingkatan dan penjelasan strategis untuk para siswa.

Menyimak sebagai sebuah dasar dari tehnik berbahasa merupakan sebuah hal paling mendasar untuk pengembangan media interaktif dalam meningkatkan kemampuan siswa secara menyimak secara kritis. Kemampuan menyimak mengacuh pada beberapa teori seperti Morris (1969, hlm. 701 – 702), Grene, dkk (1969), Logan (1972, hlm. 39), Tarigan (1986, hlm. 27 – 29), Meskill (1996), Richard & Rubin (di Van Duzer, 1997), Sutari (1997, hlm. 16 – 19), Gither (2000) dan Ockey (2007). Morris menjelaskan bahwa proses mendengarkan/menyimak seperti mendengarkan, memerhatikan, memahami, menyimpulkan, dan memberi tanggapan. Tambahan, Logan menjelaskan beberapa langkah dalam proses menyimak yaitu memahami, menerjemahkan makna dan menyimpulkan. Tarigan dan Sutari juga menyarankan bahwa arti sebenarnya dalam mendengarkan dan menyimak memiliki dasar yang berhubungan dengan perbedaan makna dalam pengajaran. Mendengarkan merupakan sebuah kegiatan proses menerima kata – kata atau kalimat secara tiba-tiba sedangkan menyimak merupakan kegiatan mendengarkan yang dilakukan dengan penuh perhatian, pemahaman, mengapresiasi, menerjemahkan makna, arti dan memahami isi percakapan yang telah ucapkan oleh pembicara. Lebih lanjut. Richard & Rubin mengatakan bahwa menyimak tidak hanya memahami ucapan pembicara, tetapi juga mengerti aspek secara visual dalam proses menyimak percakapan. Berdasarkan pernjelasan sebelumnya, menyimak merupakan sebuah proses yang didalamnya mencakup mendengarkan suara sebuah bahasa dan aspek visualnya, mengidentifikasi, menafsirkan, isi, dan menyelesaikan reaksi arti dalam konteks.

Beberapa teori dari belajar menyimak terintegrasi secara aktif merujuk pada teori Vandergrift (1999), Flowerdew & Miller (2005, hlm. 18), Harris (2007), Thompson dkk (2009, hlm. 269), dan Thompson (2010, hlm. 268 – 271). Vandergrift dan Harris menjelaskan bahwa belajar menyimak terintegrasi secara aktif difokuskan pada metakognitif yang dimulai dari perencanaan, perhatian lansung, menyeleksi perhatian, memahami dan kesimpulan. Flowerder dan Miller memfokuskan pada belajar menyimak secara integratif seperti tes sebelum menyimak, ketika menyimak dan setelah menyimak. Thompson juga menjelaskan belajar menyimak terintegrasi 
secara aktif yang sebaiknya dapat dilakukan kedalam beberapa langkah seperti mempersiapkan untuk menyimak, menerapkan model menyimak, keefektifitasan menyimak isinya, dan menerapkan tujuan baru dalam kegiatan menyimak.

Berdasarkan teori – teori tersebut, penulis mengunakannyasebagai sebuah pondasi dasar didalam mengembangkan belajar menyimak terintegrasi secara aktif dalam media multimedia yang interaktif. Dalam penelitian ini, penulis merumuskan belajar menyimak terintegrasi secara aktif sebagai dasar siswa dengan mengfokuskan pada tes menyimak sebelum, detika dan setelahnya. Langkah – langkah ini menyatu dan dinamis dalam belajar dengan mengintegrasikan dengan sikap, pengetahuan, dan tingkah laku untuk meraih tujuan pembelajaran. Dalam tes menyimak awal, ada beberapa persiapan seperti memperhatikan dan memikirkan kata kunci; ketika sedang tes menyimak, siswa melakukan proses menyimak yang dijelaskan makna dan penampilannya yang efekti dan pada tes menyimak terakhir, siswa di refleksasikan dalam proposal penelitian oleh penentu yang menentukan hasil menyimak di terima atau tidak. Hal ini dapat dilihat pada diagram belajar menyimak terintegrasi secara aktif seperti dibawah.

Integratif multimedia merupakan sebuah perangkat alternatif untuk pembelajaran menyimak secara kritis yang sebaiknya diterapkan oleh pengajar menggunakan teknologi edukasi dalam pembelajaran yang mana terdapat teks, bunyi, gambar, animasi, vidio dan aspek interaksi. Dengan menambahkan aspek interaksi, pengguna atau siswa dapat aktif untuk memilih satu dari sekian banyak dan mencari informasi mengikuti tingkatan dasar yang mereka butuhkan. Rumusan multimedia yang interaktif ini disarankan oleh Prabath dan Andleight (1996), Mayer (2001, hlm. 270 – 271) dan Blanco (2007, hlm. 37 – 44). Prabath dan Andleight dan Blanco mengemukakan bahwa multimedia berisikan atas lima tipe dasar: teks, animasi, vidio, gambar dan suara yang sebagaimana Mayer yang berpendapat dalam penggunaan multimedia yang lebih baik dalam penerapan, hubungan, kelebihan modalitas dan individual differences. Penerapan integratif multimedia ini seharusnya dijalankan menggunakan komputer yang ditampilkan melalui proyektor dalam pembelajaran. Siswa sebaiknya menemukan, belajar dan menanyakan ke pengajar mengenai materi yang ditampilkan di proyektor. Dengan menggunakan teknologi multimedia yang integratif yang diterapkan dalam tujuan dan didalam konteks pembelajaran yang ditukliskan dalam program yang mana akan meningkatkan kualitas dari pengajaran yang efektif.

Media pembelajaran dikatakan baik bila media tersebut sebaiknya terdiri dari sekumpulan pesan dan dapat di mengerti oleh para siswa. Sebelum media tersebut digunakan di dalam kelas, itu perlu terlebih dahulu di nilai. Itu dapat dilakukan dengan memerhatikan kriteria media yang baik. Untuk menilai media pembelajaran merujuk pada teori Ivers dan Baron (2002)dan Thompson (dalam Flowerdew & Miller, 2005, hlm. 180). Ivers dan Baron menyarankan bahwa media yang baik memiliki bagan konten, ringkasan bagan alur, penjelasan singkat, teknik, design dan 
terjelaskan. Kemudian menurut Thompson (dalam Flowerdew & Miller) mengatakan bahwa kriteria media sebagai aktifitas penilaian dalam bentuk dokumen, perangkat menyimak dan berhubungan dengan kegiatan menyimak. Kedua teori penilaian media pembelajaran telah selesai secara keseluruhan dan teori Thompson secara teknis telah memberitakan apa yang ada pada teori Ivers dan Baron.

Kriteria penilaian merupakan sebuah bagian dari aktifitas dalam menyimak secara khusus. Berdasarkan dari tujuan menyimak, menyimak secara khusus merupakan proses menyimak yang mana lebih mengatur dan lebih menekankan pada komponen penerimaan bahasa. Itu merupakan hal yang sama bagi Tarigan (1990, hlm, 40) dan Brown (2004, hlm. 120) yang melaporkan bahwa kriteria kemampuan menyimak merupakan sebuah kemampuan yang melibatkan penafsiran, mawas, tanggap dan produktif dalam menyimak dan menyimpulkan berbagai hal. Lebih lanjut, Taringan menegaskan bahwa menyimak secara kritis merupakan kegiatan menyimak untuk mencari tidak hanya kesalahan tetapi juga ungkapan – ungkapan dari pembicara dengan hasil yang kuat dan berterima bagi pendengar. Oleh karena itu, pengembangan pembelajaran menyimak secara kritis merujukpada beberapa indikator berdasarkan pada teori berfikir kritis dan menyimak secara kritis yang jelaskan sebelumnya oleh Anderson (1972, hlm. 70) dan Costa (1985). Penulis merumuskan teori – teori ini semenjak kedua konsep menyimak kritis dan berfikir kritis secara mendasar melibatkan aspek mental.


0 comments:

Popular Posts

Powered by Blogger.

Followers

.comment-content a {display: none;}